Selasa, 15 Februari 2011

Keris


Keris adalah senjata tikamgolongan belati(berujung runcing dan tajam pada kedua sisinya) dengan banyak fungsi budaya yang dikenal dikawasan Nusantarabagian barat dan tengah. Bentuknya khas dan mudah dibedakan dari senjata tajamlainnya karena tidak simetris di bagian pangkal yang melebar, seringkali bilahnyaberliku-liku, dan banyak di antaranya memiliki pamor (damascene),yaitu guratan-guratan logam cerah pada helai bilah. Jenis senjata tikam yangmemiliki kemiripan dengan keris adalah badik.

Pada masa lalu keris berfungsi sebagai senjata dalam duel/peperangan,sekaligus sebagai benda pelengkap sesajian. Pada penggunaan masa kini, kerislebih merupakan benda aksesori (ageman) dalam berbusana, memiliki sejumlahsimbol budaya, atau menjadi benda koleksi yang dinilai dari segi estetikanya.

Penggunaan keris tersebar pada masyarakat penghuni wilayah yang pernahterpengaruh oleh Majapahit, seperti Jawa, Madura, Nusa Tenggara,Sumatera,pesisir Kalimantan,sebagian Sulawesi,Semenanjung Malaya, ThailandSelatan, dan FilipinaSelatan (Mindanao).Keris Mindanao dikenal sebagai kalis. Keris di setiap daerah memilikikekhasan sendiri-sendiri dalam penampilan, fungsi, teknik garapan, sertaperistilahan.
Keris Indonesiatelah terdaftar di UNESCOsebagai Warisan Budaya DuniaNon-Bendawi Manusia sejak 2005.

Asal-usuldan fungsi
Asal-usul keris belum sepenuhnyaterjelaskan karena tidak ada sumber tertulis yang deskriptif mengenainya darimasa sebelum abad ke-15, meskipun penyebutan istilah "keris" telahtercantum pada prasastidari abad ke-9 Masehi. Kajian ilmiah perkembangan bentuk keris kebanyakandidasarkan pada analisis figur di relief candi atau patung. Sementara itu, pengetahuan mengenai fungsi keris dapatdilacak dari beberapa prasasti dan laporan-laporan penjelajah asing ke Nusantara.

Awal mula: PengaruhIndia-Tiongkok


Ge, belati-kapak dari Tiongkok Kuna (abad V SMsampai III SM), memperlihatkan pamor pada bilahnya.

Senjata tajam dengan bentuk yang diduga menjadi sumber inspirasi pembuatankeris dapat ditemukan pada peninggalan-peninggalan perundagian dari Kebudayaan Dongson dan Tiongkok selatan. Dugaanpengaruh kebudayaan Tiongkok Kuna dalam penggunaan senjata tikam, sebagaicikal-bakal keris, dimungkinkan masuk melalui kebudayaan Dongson (Vietnam) yang merupakan"jembatan" masuknya pengaruh kebudayaan Tiongkok ke Nusantara.Sejumlah keris masa kini untuk keperluan sesajian memiliki gagang berbentukmanusia (tidak distilir seperti keris modern), sama dengan belati Dongson,dan menyatu dengan bilahnya.
Sikap menghormati berbagai benda-benda garapan logam dapat ditelusurisebagai pengaruh India,khususnya Siwaisme.Prasasti Dakuwu (abad ke-6) menunjukkan ikonografiIndia yang menampilkan "wesi aji" seperti trisula,kudhi,arit, dan keris sombro.Para sejarawan umumnya bersepakat, keris dari periode pra-Singasaridikenal sebagai "keris Buda", yang berbentuk pendek dan tidak berluk(lurus), dan dianggap sebagai bentuk awal (prototipe) keris. Beberapabelati temuan dari kebudayaan Dongson memiliki kemiripan dengan keris Buda dankeris sajen. Keris sajen memiliki bagian pegangan dari logam yang menyatudengan bilah keris.

Prototipe keris darimasa pra-Majapahit

Karya-karya ukir dari milenium pertama penanggalan Masehi kebanyakanmenampilkan bentuk-bentuk senjata tikam dan "wesi aji" lainnya dariIndia. Meskipun demikian diketahui terdapat satu panel relief Candi Borobudur(abad ke-9) yang memperlihatkan seseorang memegang benda serupa keris.
Dari abad yang sama, prasasti Karangtengah berangka tahun 824 Masehimenyebut istilah "keris" dalam suatu daftar peralatan. Prasasti Poh(904 M) menyebut "keris" sebagai bagian dari sesaji yang perludipersembahkan. Walaupun demikian, tidak diketahui apakah "keris" itumengacu pada benda seperti yang dikenal sekarang.
Keris pusaka Knaud, salah satu contoh keris Buda
Dalam pengetahuan perkerisan Jawa (padhuwungan), keris dari masapra-Kadiri-Singasari dikenal sebagai "keris Buda" atau "kerissombro". Keris-keris ini tidak berpamor dan sederhana. Keris Buda dianggapsebagai bentuk pengawal keris modern. Contoh bentuk keris Buda yang kerapdikutip adalah milik keluarga Knaud dari Bataviayang didapat Charles Knaud, seorang Belanda peminat mistisisme Jawa, dari Sri Paku Alam V.Keris ini memiliki relief tokoh epik Ramayanapada permukaan bilahnya dan mencantumkan angka tahun Saka 1264 (1342 Masehi), sezamandengan Candi Penataran, meskipun ada yang meragukan penanggalannya.
Relief rendah di Candi Penataran, Blitar. Perhatikanbagian hulu senjata yang tidak simetris dan bilah yang langsung menunjukkanciri keris modern
Keris Buda memiliki kemiripan bentuk dengan berbagai gambaran belati yangterlihat pada candi-candi di Jawa sebelum abad ke-11. Belati pada candi-candiini masih memperlihatkan ciri-ciri senjata India, belum mengalami"pemribumian" (indigenisasi). Adanya berbagai penggambaran berbagai"wesi aji" sebagai komponen ikon-ikon dewa Hindu telah membawa sikappenghargaan terhadap berbagai senjata, termasuk keris kelak. Meskipun demikian,tidak ada bukti autentik mengenai evolusi perubahan dari belati gaya Indiamenuju keris buda ini.
Kajian ikonografi bangunan dan gaya ukiran di masa Kadiri-Singasari (abadke-13 sampai ke-14) menunjukkan kecenderungan pemribumian dari murni Indiamenuju gaya Jawa, tidak terkecuali dengan bentuk keris. Salah satu patung Siwadari periode Singasari (abad ke-14 awal) memegang "wesi aji" yangmirip keris, berbeda dari penggambaran masa sebelumnya. Salah satu reliefrendah (bas-relief) di dinding Candi Penataran juga menunjukkanpenggunaan senjata tikam serupa keris. Candi Penataran(abad ke-11 sampai ke-13 M) dari masa akhir Kerajaan Kadiridi Blitar, Jawa Timur.

Keris Modern

Belati tikam dan keris koleksi istana Pagarruyung.Belati tikam telah dikenal dari milenium pertama di Nusantara.

Keris modern yang dikenal saat ini diyakini para sejarawan memperolehbentuknya pada masa Majapahit (abad ke-14) dan Kesultanan Mataram baru (abad ke-17-18),meskipun relief di Candi Bahal peninggalan Kerajaan Panai/Pane(abad ke-11 M), sebagai bagian dari kerajaan Sriwijaya,di Portibi Sumatera Utara, menunjukan indikasi bahwa pada abad 10-11 kerissebagaimana yang dikenal sekarang sudah menemukan bentuknya. Dari abad ke-15,salah satu relief di Candi Sukuh, yang merupakan tempat pemujaandari masa akhir Majapahit, dengan gamblang menunjukkan seorang empu tengahmembuat keris. Hal ini menjadi alasan para ahli untuk menyatakan bahwa bentukkeris yang dikenal sekarang telah mencapai perkembangan modernnya pada masaMajapahit.

... . Orang-orang ini [Majapahit] selalumengenakan pu-la-t'ou yang diselipkan pada ikat pinggang. [...], yangterbuat dari baja, dengan pola yang rumit dan bergaris-garis halus padadaunnya; hulunya terbuat dari emas, cula, atau gading yang diukir berbentukmanusia atau wajah raksasa dengan garapan yang sangat halus dan rajin.
— Ma Huan, "Ying-yai Sheng-lanFai"

Catatan Ma Huandari tahun 1416, anggota ekspedisi Cheng Ho,dalam "Ying-yai Sheng-lan" menyebutkan bahwa orang-orang Majapahitselalu mengenakan "belati" (pu-la-t'ou) yang diselipkan padaikat pinggang. Terdapat deskripsi yang menunjukkan bahwa "belati" iniadalah keris dan teknik pembuatan pamor telah berkembang baik.Tome Pires,penjelajah Portugisdari abad ke-16, menyinggung tentang kebiasaan penggunaan keris oleh laki-lakiJawa. Deskripsinyatidak jauh berbeda dari yang disebutkan Ma Huan seabad sebelumnya.

Berita-berita Portugis dan Prancis dari abad ke-17 telah menunjukkanpenggunaan meluas pamor dan pemakaian pegangan keris dari kayu, tanduk, atau gading di berbagai tempatdi Nusantara.
... setiap laki-laki di Jawa, tidak peduli kayaatau miskin, harus memiliki sebilah keris di rumahnya ... dan tidak ada satupun laki-laki berusia antara 12 dan 80 tahun bepergian tanpa sebilah keris disabuknya. Keris diletakkan di punggung, seperti belati di Portugal...
— Tome Pires, "SumaOriental"

Perkembangan FungsiKeris

Pada masa kini, keris memiliki fungsi yang beragam dan hal ini ditunjukkanoleh beragamnya bentuk keris yang ada.
Keris sebagai elemen persembahan sebagaimana dinyatakan olehprasasti-prasasti dari milenium pertama menunjukkan keris sebagai bagian daripersembahan. Pada masa kini, keris juga masih menjadi bagian dari sesajian.Lebih jauh, keris juga digunakan dalam ritual/upacara mistik atau paranormal.Keris untuk penggunaan semacam ini memiliki bentuk berbeda, dengan pesimenjadi hulu keris, sehingga hulu menyatu dengan bilah keris. Keris semacam inidikenal sebagai keris sesajian atau "keris majapahit" (tidak samadengan keris tangguh Majapahit)!.

Pemaparan-pemaparan asing menunjukkan fungsi keris sebagai senjata dikalangan awam Majapahit. Keris sebagai senjata memiliki bilah yang kokoh,keras, tetapi ringan. Berbagai legenda dari periode DemakMataram mengenal beberapa keris senjata yangterkenal, misalnya keris Nagasasra Sabukinten.

Laporan Perancis dari abad ke-16 telah menceritakan peran keris sebagaisimbol kebesaran para pemimpin Sumatera (khususnya Kesultanan Aceh).Godinho de Heredia dariPortugal menuliskan dalam jurnalnya dari tahun 1613 bahwa orang-orang Melayupenghuni Semenanjung ("Hujung Tanah") telah memberikan racun padabilah keris dan menghiasi sarung dan hulu keris dengan batu permata.

"Penghalusan" fungsi keris tampaknya semakin menguat sejak abadke-19 dan seterusnya, sejalan dengan meredanya gejolak politik di Nusantara danmenguatnya penggunaan senjata api. Dalam perkembangan ini, perankeris sebagai senjata berangsur-angsur berkurang. Sebagai contoh, dalamidealisme Jawa mengenai seorang laki-laki "yang sempurna", seringdikemukakan bahwa keris atau curiga menjadi simbol peganganilmu/keterampilan sebagai bekal hidup[13][14]. Berkembangnyatata krama penggunaan keris maupun variasi bentuk sarung keris (warangka) yangdikenal sekarang dapat dikatakan juga merupakan wujud penghalusan fungsi keris.
Berbagai cara mengenakan keris berdasarkan KebudayaanJawa

Pada masa kini, kalangan perkerisan Jawa selalu melihat keris sebagai tosanaji atau "benda keras (logam) yang luhur", bukan sebagai senjata.Keris adalah dhuwung, bersama-sama dengan tombak; keduanya dianggapsebagai benda "pegangan" (ageman) yang diambil dayakeutamaannya dengan mengambil bentuk senjata tikam pada masa lalu. Di Malaysia,dalam kultur monarki yang kuat, keris menjadi identitas kemelayuan.
Tata cara penggunaan keris berbeda-beda di masing-masing daerah. Di daerah Jawa dan Sunda misalnya, kerisditempatkan di pinggang bagian belakang pada masa damai tetapi ditempatkan didepan pada masa perang. Penempatan keris di depan dapat diartikan sebagaikesediaan untuk bertarung. Selain itu, terkait dengan fungsi, sarung keris Jawajuga memiliki variasi utama: gayaman dan ladrang. Sementara itu, di Sumatra, Kalimantan,Malaysia, Brunei dan Filipina, keris ditempatkan di depan dalam upacara-upacarakebesaran.

Bahan, Pembuatan, danPerawatan

Logam dasar yang digunakan dalam pembuatan keris adalah besi dan baja. Untuk membuatnyaringan para empu selalu mencampur bahan dasar ini dengan logam lain. Keris masakini (nèm-nèman, dibuat sejak abad ke-20) biasanya memakai campuran nikel. Keris masa lalu (keriskuna) yang baik memiliki campuran batu meteorityang diketahui memiliki kandungan titaniumyang tinggi, di samping nikel, kobal,perak, timah putih,kromium, antimonium,dan tembaga.Batu meteorit yang terkenal adalah meteorit Prambanan, yang pernah jatuh padaabad ke-19 di kompleks percandian Prambanan.
Pembuatan keris bervariasi dari satu empu ke empu lainnya, tetapi terdapatprosedur yang biasanya bermiripan. Berikut adalah proses secara ringkas menurutsalah satu pustaka. Bilah besi sebagai bahan dasar diwasuh ataudipanaskan hingga berpijar lalu ditempa berulang-ulang untuk membuang pengotor(misalnya karbonserta berbagai oksida). Setelah bersih, bilah dilipat seperti huruf U untukdisisipkan lempengan bahan pamor di dalamnya. Selanjutnya lipatan ini kembalidipanaskan dan ditempa. Setelah menempel dan memanjang, campuran ini dilipatdan ditempa kembali berulang-ulang. Cara, kekuatan, dan posisi menempa, sertabanyaknya lipatan akan mempengaruhi pamor yang muncul nantinya. Proses inidisebut saton. Bentuk akhirnya adalah lempengan memanjang. Lempengan inilalu dipotong menjadi dua bagian, disebut kodhokan. Satu lempengan bajalalu ditempatkan di antara kedua kodhokan seperti roti sandwich,diikat lalu dipijarkan dan ditempa untuk menyatukan. Ujung kodhokan lalu dibuatagak memanjang untuk dipotong dan dijadikan ganja. Tahap berikutnyaadalah membentuk pesi, bengkek (calon gandhik), dan terakhirmembentuk bilah apakah berluk atau lurus. Pembuatan luk dilakukan denganpemanasan.
Tahap selanjutnya adalah pembuatan ornamen-ornamen (ricikan) denganmenggarap bagian-bagian tertentu menggunakan kikir, gerinda, serta bor, sesuai dengan dhapur keris yangakan dibuat. Silak waja dilakukan dengan mengikir bilah untuk melihatpamor yang terbentuk. Ganja dibuat mengikuti bagian dasar bilah. Ukuran lubangdisesuaikan dengan diameter pesi. Tahap terakhir, yaitu nyepuhi, dilakukan agarkeris tampak tua. Pada keris Filipina tidak dilakukan proses ini. Nyepuhi("menuakan") dilakukan dengan memasukkan bilah ke dalam campuran belerang,garam,dan perasan jeruk nipis (disebut kamalan). Nyepuhijuga dapat dilakukan dengan memijarkan keris lalu dicelupkan ke dalam cairan (air, air garam, atauminyak kelapa, tergantung empu yang membuat). TIndakan nyepuhi harusdilakukan dengan hati-hati karena bila salah dapat membuat keris retak.
Pemberian warangan dan minyakpewangi dilakukan sebagaimana perawatan keris pada umumnya. Perawatan kerisdalam tradisi Jawa dilakukan setiap tahun, biasanya pada bulan Muharram/Sura, meskipun hal inibukan keharusan. Istilah perawatan keris adalah "memandikan" keris,meskipun yang dilakukan sebenarnya adalah membuang minyak pewangi lama dan karat pada bilah keris,biasanya dengan cairan asam (secara tradisional menggunakan air buah kelapa, hancuran buah mengkudu,atau perasan jeruk nipis). Bilah yang telah dibersihkankemudian diberi warangan bila perlu untuk mempertegas pamor, dibersihkankembali, dan kemudian diberi minyak pewangi untuk melindungi bilah keris darikarat baru. Minyak pewangi ini secara tradisional menggunakan minyak melati atau minyak cendanayang diencerkan pada minyak kelapa.

Morfologi

Keris atau dhuwung terdiri dari tiga bagian utama, yaitu bilah (wilahatau daun keris), ganja ("penopang"), dan hulu keris (ukiran,pegangan keris). Bagian yang harus ada adalah bilah. Hulu keris dapat terpisahmaupun menyatu dengan bilah. Ganja tidak selalu ada, tapi keris-kerisyang baik selalu memilikinya. Keris sebagai senjata dan alat upacara dilindungioleh sarung keris atau warangka.
Bilah keris merupakan bagian utama yang menjadi identifikasi suatu keris.Pengetahuan mengenai bentuk (dhapur) atau morfologi keris menjadi halyang penting untuk keperluan identifikasi. Bentuk keris memiliki banyak simbolspiritual selain nilai estetika. Hal-hal umum yang perlu diperhatikan dalammorfologi keris adalah kelokan (luk), ornamen (ricikan), warnaatau pancaran bilah, serta pola pamor. Kombinasi berbagai komponen inimenghasilkan sejumlah bentuk standar (dhapur) keris yang banyakdipaparkan dalam pustaka-pustaka mengenai keris.
Pengaruh waktu mempengaruhi gaya pembuatan. Gaya pembuatan keris tercermindari konsep tangguh, yang biasanya dikaitkan dengan periodisasi sejarahmaupun geografis, serta empu yang membuatnya.
Pegangan keris atau hulu keris
Pegangan keris (bahasa Jawa: gaman) ini bermacam-macam motifnya,untuk keris Bali adayang bentuknya menyerupai dewa, pedande (pendeta),raksasa, penari, pertapa hutan dan ada yang diukir dengan kinatah emas dan batumulia dan biasanya bertatahkan batu mirah delima.
Pegangan keris Sulawesimenggambarkan burung laut. Hal itu sebagai perlambang terhadap sebagian profesimasyarakat Sulawesi yang merupakan pelaut, sedangkan burung adalah lambangdunia atas keselamatan. Seperti juga motif kepala burung yang digunakan padakeris RiauLingga, dan untuk daerah-daerah lainnya sebagai pusat pengembangan tosan ajiseperti Aceh,Bangkinang (Riau) , Palembang, Sambas, Kutai, Bugis, Luwu,Jawa, Maduradan Sulu,keris mempunyai ukiran dan perlambang yang berbeda. Selain itu, materi yangdipergunakan pun berasal dari aneka bahan seperti gading, tulang, logam, danyang paling banyak yaitu kayu.
Untuk pegangan kerisJawa, secara garis besar terdiri dari sirah wingking ( kepala bagianbelakang ) , jiling, cigir, cetek, bathuk (kepala bagian depan) ,wetengdan bungkul.

  • Warangka atau sarung keris
Warangka, atau sarung keris (bahasa Banjar : kumpang), adalahkomponen keris yang mempunyai fungsi tertentu, khususnya dalam kehidupan sosialmasyarakat Jawa, paling tidak karena bagian inilah yang terlihat secaralangsung. Warangka yang mula-mula dibuat dari kayu (yang umum adalah jati, cendana, timoho, dan kemuning). Sejalan denganperkembangan zaman terjadi penambahan fungsi wrangka sebagai pencerminan statussosial bagi penggunanya. Bagian atasnya atau ladrang-gayaman sering digantidengan gading.
Secara garis besarterdapat dua bentuk warangka, yaitu jenis warangka ladrang yang terdiridari bagian-bagian : angkup, lata, janggut, gandek, godong(berbentuk seperti daun), gandar, ri serta cangkring. Dan jenislainnya adalah jenis wrangka gayaman (gandon) yang bagian-bagiannyahampir sama dengan wrangka ladrang tetapi tidak terdapat angkup, godong,dan gandek.
Aturan pemakaian bentukwrangka ini sudah ditentukan, walaupun tidak mutlak. Wrangka ladrang dipakaiuntuk upacara resmi , misalkan menghadap raja, acara resmi keraton lainnya(penobatan, pengangkatan pejabat kerajaan, perkawinan, dll) dengan maksudpenghormatan. Tata cara penggunaannya adalah dengan menyelipkan gandar keris dilipatan sabuk (stagen) pada pinggangbagian belakang (termasuk sebagai pertimbangan untuk keselamatan raja ).Sedangkan wrangka gayaman dipakai untuk keperluan harian, dan keris ditempatkanpada bagian depan (dekat pinggang) ataupun di belakang (pinggang belakang).
Dalam perang,yang digunakan adalah keris wrangka gayaman , pertimbangannya adalah dari sisipraktis dan ringkas, karena wrangka gayaman lebih memungkinkan cepat dan mudah bergerak,karena bentuknya lebih sederhana.
Ladrang dan gayamanmerupakan pola-bentuk wrangka, dan bagian utama menurut fungsi wrangka adalahbagian bawah yang berbentuk panjang ( sepanjang wilah keris ) yang disebut gandaratau antupan ,maka fungsi gandar adalah untuk membungkus wilah (bilah)dan biasanya terbuat dari kayu ( dipertimbangkan untuk tidak merusak wilah yangberbahan logam campuran ) .
Karena fungsi gandaruntuk membungkus , sehingga fungsi keindahannya tidak diutamakan, maka untukmemperindahnya akan dilapisi seperti selongsong-silinder yang disebut pendok. Bagian pendok ( lapisanselongsong ) inilah yang biasanya diukir sangat indah , dibuat dari logamkuningan, suasa ( campuran tembaga emas ) , perak, emas . Untuk daerah diluarJawa ( kalangan raja-raja Bugis , Goa,Palembang,Riau, Bali ) pendoknya terbuat dari emas , disertai dengan tambahan hiasanseperti sulaman tali dari emas dan bunga yang bertaburkan intan berlian.
Untuk keris Jawa ,menurut bentuknya pendok ada tiga macam, yaitu (1) pendok buntonberbentuk selongsong pipih tanpa belahan pada sisinya , (2) pendok blewah(blengah) terbelah memanjang sampai pada salah satu ujungnya sehingga bagiangandar akan terlihat , serta (3) pendok topengan yang belahannya hanyaterletak di tengah . Apabila dilihat dari hiasannya, pendok ada dua macam yaitupendok berukir dan pendok polos (tanpa ukiran).
  • Wilah
Keris Moro (kalis) dari Sulu, bilah tidak dituakandan tidak berpamor.
 
Wilah atau wilahan adalahbagian utama dari sebuah keris, dan juga terdiri dari bagian-bagian tertentuyang tidak sama untuk setiap wilahan, yang biasanya disebut dapur, atau penamaan ragambentuk pada wilah-bilah (ada puluhan bentuk dapur). Sebagai contoh, bisadisebutkan dapur jangkung mayang, jaka lola , pinarak, jamangmurub, bungkul , kebo tedan, pudak sitegal, dll.
Pada pangkal wilahanterdapat pesi , yang merupakan ujung bawah sebilah keris atau tangkaikeris. Bagian inilah yang masuk ke pegangan keris ( ukiran) . Pesi inipanjangnya antara 5 cm sampai 7 cm, dengan penampang sekitar 5 mm sampai 10 mm,bentuknya bulat panjang seperti pensil. Di daerah Jawa Timur disebut paksi,di Riau disebut puting, sedangkan untuk daerah Serawak, Brunei danMalaysia disebut punting.
Pada pangkal (dasarkeris) atau bagian bawah dari sebilah keris disebut ganja (untuk daerahsemenanjung Melayu menyebutnya aring). Di tengahnya terdapat lubang pesi(bulat) persis untuk memasukkan pesi, sehingga bagian wilah dan ganja tidakterpisahkan. Pengamat budaya tosan aji mengatakan bahwakesatuan itu melambangkan kesatuan lingga dan yoni, dimana ganja mewakili lambangyoni sedangkan pesi melambangkan lingganya. Ganja ini sepintas berbentuk cecak,bagian depannya disebut sirah cecak, bagian lehernya disebut gulumeled , bagian perut disebut wetengan dan ekornya disebut sebitron. Ragam bentuk ganja ada bermacam-macam, wilut , dungkul ,kelap lintah dan sebit rontal.
Luk,adalah bagian yang berkelok dari wilah-bilah keris, dan dilihat dari bentuknyakeris dapat dibagi dua golongan besar, yaitu keris yang lurus dan keris yangbilahnya berkelok-kelok atau luk. Salah satu cara sederhana menghitung luk padabilah , dimulai dari pangkal keris ke arah ujung keris, dihitung dari sisicembung dan dilakukan pada kedua sisi seberang-menyeberang (kanan-kiri), makabilangan terakhir adalah banyaknya luk pada wilah-bilah dan jumlahnya selalu gasal( ganjil) dan tidak pernah genap, dan yang terkecil adalah luktiga (3) dan terbanyak adalah luk tiga belas (13). Jika ada keris yang jumlahluk nya lebih dari tiga belas, biasanya disebut keris kalawija, ataukeris tidak lazim.

Pasikutan, Tangguh Keris, dan Perkembangandi Masa Kini

Yang dimaksud dengan pasikutan adalah "roman" atau kesanemosi yang dibangkitkan oleh wujud suatu keris. Biasanya, personifikasidisematkan pada suatu keris, misalnya suatu keris tampak seperti"bungkuk", "tidak bersemangat", "riang","tidak seimbang", dan sebagainya. Kemampuanmenengarai pasikutan merupakan tahap lanjut dalam mendalami ilmuperkerisan dan membawa seseorang pada panangguhan keris.
Langgam/gaya pembuatan suatu keris dipengaruhi oleh zaman, tempat tinggaldan selera empu yang membuatnya. Dalam istilah perkerisan Jawa, langgam kerismenurut waktu dan tempat ini diistilahkan sebagai tangguh. Tangguh dapatjuga diartikan sebagai "perkiraan", maksudnya adalah perkiraan suatukeris mengikuti gaya suatu zaman atau tempat tertentu. "Penangguhan"keris pada umumnya dilakukan terhadap keris-keris pusaka, meskipun keris-kerisbaru dapat juga dibuat mengikuti tangguh tertentu, tergantung keinginan pemilikkeris atau empunya.
Tangguh keris tidak bersifat mutlak karena deskripsi setiap tangguh pundapat bersifat tumpang tindih. Selain itu, pustaka-pustaka lama tidak memilikikesepakatan mengenai empu-empu yang dimasukkan ke dalam suatu tangguh. Hal inidisebabkan tradisi lisan yang sebelum abad ke-20 dipakai dalam ilmu padhuwungan.
Meskipun tangguh tidak identik dengan umur, tangguh keris (Jawa) yang tertuayang dapat dijumpai saat ini adalah tangguh Buda (atau keris Buda).Keris modern pusaka tertua dianggap berasal dari tangguh Pajajaran, yaitu dariperiode ketika sebagian Jawa Tengah masih di bawah pengaruh Kerajaan Galuh.Keris pusaka termuda adalah dari masa pemerintahan Pakubuwana X(berakhir 1939). Selanjutnya, kualitas pembuatan keris terus merosot, bahkan diSurakarta pada dekade 1940-an tidak ada satu pun pandai keris yang bertahan.
Kebangkitan seni kriya keris di Surakarta dimulai pada tahun 1970, dibidanioleh K.R.T. Hardjonagoro (Go Tik Swan) dan didukung oleh Sudiono Humardani,melalui perkumpulan Bawa Rasa Tosan Aji. Perlahan-lahan kegiatan pandaikeris bangkit kembali dan akhirnya ilmu perkerisan juga menjadi satu programstudi pada Sekolah Tinggi Seni Indonesia Surakarta (sekarang ISI Surakarta).
Keris-keris yang dibuat oleh para pandai keris sekarang dikenal sebagai keriskamardikan ("keris kemerdekaan"). Periode ini melahirkan beberapapandai keris kenamaan dari Soloseperti KRT. Supawijaya (Solo), Pauzan Pusposukadgo (Solo), tim pandai kerisSTSI Surakarta, Harjosuwarno (bekerja pada studio milik KRT Hardjonagoro diSolo), Suparman Wignyosukadgo (Solo).

Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Keris


Tidak ada komentar:

Posting Komentar